Erwin Rommel
Erwin
Johannes Eugen Rommel (lahir 15 November 1891 – meninggal
14 Oktober 1944
pada umur 52 tahun) adalah seorang komandan pasukan Jerman pada era Perang Dunia II. Perdana Menteri Britania Raya Sir Winston Churchill,
yang waktu itu adalah musuh bebuyutan Jerman, pernah terang-terangan memberikan
salut kepada jenderal jenius ini di Parlemen. Pada akhir hayatnya ketika
ditanya mengapa dia memuji musuh, Churchil mengatakan "Saya tidak menyesal
memuji Rommel".
Masa muda
Erwin Rommel
dilahirkan di Heidenheim, sekitar 50 km
dari kota Ulm, di negara bagian Württemberg, Jerman bagian selatan. Anak kedua seorang kepala sekolah
menengah di Aalen ini pada usia 14 tahun bersama teman-teman
membuat sebuah pesawat layang (glider) yang berhasil terbang,
meski tidak jauh. Rommel muda ingin belajar teknik, namun ayahnya tidak menyetujuinya dan menyuruhnya
bergabung dengan Resimen Infantri ke-24 Württemberg sebagai kadet pada 1910 dan
segera dikirim ke Sekolah Kadet Militer di Danzig.
Pada 1911,
kadet Rommel berkenalan dengan Lucie Maria Mollin, yang kemudian dinikahinya
pada 1916. Pada November 1911, Rommel menyelesaikan pendidikannya dan mendapat
pangkat Letnan di Wehrmacht/Angkatan Darat Jerman pada
Januari 1912.
Perang Dunia I
Saat pecah Perang Dunia I tahun 1914,
Rommel tergabung dengan pasukan elit Alpen Korps dengan pangkat letnan
dan bertugas di front barat: Perancis dan Rumania. Terluka sebanyak tiga kali, Rommel
mendapat anugerah bintang jasa Iron Cross kelas satu dan kelas dua pada
Januari 1915.
Pada 1917
Rommel bertugas di front Italia, dan usai memimpin
penyerangan Monte Matajur dipromosikan sebagai kapten. Segera sesudahnya,
Rommel dan sekelompok kecil anak buahnya merenangi Sungai
Piave untuk merebut garnisun pasukan Italia di Lognaroni.
Pertempuran ini menyebabkan dirinya dianugrahi bintang jasa tertinggi di
Angkatan Perang Jerman, yaitu Pour le Mérite, bintang jasa yang biasanya
diberikan hanya pada para jenderal. Pasukannya juga memainkan peranan penting
dalam pertempuran di Caporetto,
kunci kemenangan Jerman atas Angkatan Darat Italia.
Menjelang Perang Dunia II
Usai perang,
Rommel tetap berdinas di Wehrmacht dan pada 1929 diangkat menjadi instruktur di
Sekolah Infantri di Dresden. Pada Oktober 1935
dia naik pangkat menjadi letnan kolonel dan
mulai mengajar di Akademi Militer Potsdam.
Sebagai guru
yang luar biasa, bahan-bahan kuliah Rommel yang bersumber dari buku hariannya
selama Perang Dunia I diterbitkan sebagai buku taktik-taktik infantri (Infanterie
greift an) pada 1937. Buku ini dibaca oleh Adolf Hitler yang saking terkesannya menugaskan
Rommel melatih Hitler
Jügend pada tahun itu. Pada tahun 1938,
Rommel, yang sudah berpangkat kolonel, ditunjuk sebagai komandan Akademi Perang
di Wiener Neustadt. Di sekolah itu, dia menulis buku lanjutan bukunya yang
pertama (Infantry Attacks), yaitu Panzer greift an (Tank Attacks,
sering diterjemahkan sebagai Tank in Attacks). Dia dipindahkan tak lama
kemudian dan ditempatkan dalam batalyon pengawal pribadi Adolf Hitler (Führer-Begleitbattalion).
Perang Dunia II
Pada musim
gugur 1938, Hitler menunjuk Rommel untuk memimpin unit Wehrmacht yang bertugas
melindungi kunjungannya ke Cekoslowakia yang baru
saja dianeksasi Jerman. Menjelang invasi ke Polandia, Rommel dipromosikan sebagai Mayor
Jenderal dan Komandan Führer-Begleitbattalion yang bertanggungjawab atas
pengamanan markas besar bergerak Hitler selama invasi.
Perancis 1940
Tiga bulan
setelah invasi Polandia, Rommel mendapat perintah mengomandoi Divisi Panzer ke-7 yang menginvasi Perancis pada Operasi Fall Gelb, Mei 1940.
Pasukannya bergerak maju lebih cepat dan lebih jauh dari pasukan-pasukan lain
dalam sejarah militer dunia dan mendapat julukan Gespenster-Division (Divisi
Hantu), saking sulitnya dideteksi keberadaannya bahkan oleh markas besar
Wehrmacht.
Divisi
Panzer ke-7 merupakan unit pasukan Jerman pertama yang mencapai Selat Inggris pada 10 Juni 1940, Lalu dia memutar
ke selatan, merebut pelabuhan penting Cherbourg pada 19 Juni, dan melaju
sepanjang pesisir Perancis hingga mencapai perbatasan Spanyol.
Selama
pertempuran di Perancis tersebut, ia tidak henti-hentinya mengalami
keberhasilan. Salah satunya pada pertempuran di Arras. Rommel memang seorang
yang tahan banting. Pada fase pertama pertempuran ini, Divisi Panzer ke-7
berhasil dipukul mundur oleh tentara Sekutu pimpinan Mayjen Harold Franklyn,
tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Setelah ia berhasil mengumpulkan
kekuatan kembali, akhirnya ia berhasil mengalahkan tentara sekutu pada fase
kedua pertempuran.
Afrika Utara 1941-1943
Sebagai
penghargaan, Rommel dipromosikan menjadi Jenderal dan panglima dari 2 divisi AD
Jerman yaitu Divisi Ringan ke-5 (kemudian direorganisir dan redesain sebagai
Divisi Panzer ke-21) dan Divisi Panzer ke-15, yang dikirim ke Libya
pada awal 1941 untuk menolong pasukan Italia yang menderita kekalahan besar di front Afrika Utara. Pasukannya inilah cikal bakal
terbentuknya Deutsches Afrika Korps. Pasukan barunya ini berhasil
memukul mundur Tentara ke-8 Inggris (British 8th Army) keluar dari Tobruk di Libya. Pasukannya merangsek terus ke Mesir
tapi berhasil dipatahkan di 'Alamain. Begitu tentara Amerika Serikat mendarat di Maroko dan Aljazair, pasukannya ditarik
mundur meninggalkan Tunisia. Kiprahnya di medan
pertempuran di padang pasir Afrika Utara itu membuatnya dijuluki "Rubah
Padang Pasir" ("The Desert Fox")
Kejeniusannya
dalam taktik perang infantri, didukung kecanggihan teknologi panser Jerman dan
kedisiplinan pasukannya yang tinggi membuat Jerman unggul. Sayang sekali,
kesuksesan ini tidak terlalu mendapat tanggapan serius dari Reichführer Hitler.
Kurangnya pasokan logistik, amunisi dan bahan bakar dikarenakan perhatian
Hitler ke front Rusia dan upaya menyerbu Inggris serta adanya blokade Angkatan Laut
Inggris di Laut Tengah menyebabkan
pasukan Afrika Korps tidak mampu melanjutkan pertempuran dan terus mengalami
kekalahan.
Benteng Atlantik 1943-1944
Rommel yang
terserang infeksi saluran pernapasan ditarik pulang ke Jerman. Ada dugaan
kekalahannya di El Alamein dan penarikan
mundur pasukannya dari Thubruq membuat Hitler
berang. Kembali ke Jerman, Rommel sempat menganggur. Akan tetapi saat serangan Sekutu makin gencar, Rommel ditunjuk sebagai Panglima Grup B
Wehrmacht, yang bertugas mempertahankan pantai Perancis dari kemungkinan invasi
Sekutu. Di bawah komandonya termasuk barisan pertahanan Benteng Atlantik (Atlantic
Wall) yang akhirnya tidak mampu menahan invasi Sekutu pada 6 Juni 1944.
Plot Anti-Hitler
Pada 17 Juli 1944,
dalam perjalanan pulang dari front, mobil Rommel diberondong pesawat Spitfire Angkatan Udara Kanada. Rommel terluka parah dan harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Pada saat yang sama, terbongkarlah konspirasi politik yang ingin
menghabisi Hitler (Plot 20 Juli).
Keterlibatan beberapa orang dekatnya menyebabkan Rommel dicurigai terlibat
dalam upaya kudeta tersebut. Mengingat popularitas Rommel di mata rakyat Jerman,
Hitler memberinya pilihan: bunuh diri dengan
menenggak sianida atau mengaku di depan pengadilan rakyat (Volksgerichtshof).
Rommel memilih mengakhiri hidupnya dengan sianida pada 14 Oktober 1944
dan dimakamkan secara kebesaran militer.
Setelah usai
perang, istrinya menyatakan bahwa Rommel menentang plot tersebut karena ingin
menghindari anggapan generasi penerus Jerman bahwa Jerman kalah di Perang Dunia
II karena Hitler ditikam dari belakang, sebagaimana halnya yang terjadi pasca
Perang Dunia ke-1 manakala sebagian besar anggota Wehrmacht tidak mau menyerah
begitu saja kepada Sekutu. Rommel mengusulkan kepada kelompok Plot 20 Juli
untuk menangkap Hitler dan menyeretnya ke pengadilan rakyat. Sayangnya plot
tersebut terbongkar lebih dahulu sebelum dilaksanakan.
Buku harian
Rommel lantas diterbitkan dengan judul The Rommel's Papers. Dan pada
tahun 1951, sebuah perusahaan film Inggris memproduksi film berjudul The
Desert Fox. Meski sebagian besar tokoh Nazi mendapat caci-maki
dan dihukum oleh Sekutu, Rommel tetap dikenang kebesarannya dan sampai saat ini
merupakan satu-satunya tokoh Reich Ketiga yang memiliki museum mengenang dirinya dan kariernya.